Monday, September 16, 2013

Pesan Buat Kamu, Teman Terbaik


Jadi, aku pun tak pernah menyangka kalau kita bakal berbicara tentang ini di jam-jam malam kita. Tentang hal yang menjadi ketakutanku, tentang hal yang bagimu masih terlalu jauh untuk dicapai. Rasanya seperti menelan ludah sendiri, memikirkan apa yang terlanjur kita persetankan – apa yang terlanjur kita sepelekan. Aku dengan ketakutanku, kamu dengan ketakutanmu. Lantas malam-malam kita menjadi tak biasa. Mungkin seperti orang tua yang bersiap menghadapi ajal, yang umurnya tinggal hitungan jari.

Ada setumpuk keterbatasan belum terpecahkan yang membuatku tak mampu berada di sampingmu. Yang menghalangiku untuk menepuk pundakmu, memberikan pelukan terhangat untuk membunuh kalut dan dingin. Lantas kita menjadi bingung di titik bumi kita masing-masing. Merutuki hari-hari di belakang yang tak kita lalui dengan bijak. Menghina diri sendiri karena terlalu banyak yang kita persetankan.

Ternyata terlalu banyak hal yang tidak kita pahami. Tentang sepenting apa seharusnya masa lalu, tentang seberharga apa seharusnya masa kini dan tentang semanis apa seharusnya masa depan. Senja ini, aku kembali kepada waktu yang sudah terlalu jauh kita tinggalkan. Saat ini ia tertawa licik. Menertawakan kebodohan kita, mengolok-olok kelabilan kita. Atas nama hidup yang tak akan terulang kita menerobos batas yang seharusnya tak pantas kita terobos. Lalu kita menyesal. Mengutuk diri sendiri, mempertanyakan apakah kematian bakal jauh lebih melegakan daripada ini semua.

Mungkin seharusnya tidak perlu sampai seperti ini. Tapi entah karena kita memang tidak paham atau berpura-pura tidak paham, ketakutan itu terasa semakin nyata. Memang belum senyata waktu-waktu yang selalu menjadi kesayangan kita, rangkaian waktu saat kita membunuh bosan dan penat dengan menyingkir sejenak dari hiruk-pikuk yang memusingkan - mengagumi malam sambil berbicara tentang apa yang tidak pernah menjadi kita. Kamu tahu? Saat ini aku terlalu merindukan waktu-waktu itu. Saat kita berlagak menjadi yang terhebat, saat kita mengacuhkan masa depan yang tak pasti.

Aku memang tak paham. Ketidakpahaman yang menyadarkanku bahwa ternyata kita tidak pernah menyingkirkan kemanusiaan kita. Mungkin tetap mensyukuri semuanya akan membuatku terlihat seperti manusia yang paling tidak tahu diri, mungkin kamu akan menganggap kalau aku tertawa atas kalutmu. Tapi apa lagi yang bisa kita lakukan? Di antara segala sesak karena aku tak bisa menggantikanmu, aku tetap melihat kita yang ternyata masih menjadi kita. Kita dengan segala kepasrahan untuk menjalani kodrat sebagai manusia yang terkadang harus diam dan menerima tanpa bersikeras untuk segera memahami.

Mungkin kamu menganggapku menyerah atau acuh tak acuh. Tak mengapa, karena aku juga tidak ingin menjejalimu dengan segala harapan yang meninabobokan. Tapi saat kamu mulai sanggup merengkuh logikamu kembali, ingat saja kalau aku belum berhenti dalam menjaga agar kita tetap menjadi kita. Tak mengapa kalau kamu ingin berhenti sejenak. Karena aku paham kamu bukan berhenti untuk mengakhiri semuanya, hanya berhenti untuk mengambil nafas dan meregangkan saraf yang tertekan akibat ulah kita sebagai manusia muda.

Dan ya, saat ini aku mengamini apa kata mereka. Kamu juga pasti masih mengingatnya, bahkan mulai memahaminya. Kata mereka dunia ini memang jahat dan kuat, tapi tenang saja karena kita akan mengalahkannya bersama-sama. Jadi malam ini kamu beristirahatlah, biar aku yang berjaga-jaga.

0 comments:

Post a Comment

anggityamarini. Powered by Blogger.

© Bittersweet Footy Script, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena