“All I want to do is make sure you stop chasing
rainbows, trusting those around you is an easy thing to do. I'm not saying
don't believe in someone that you don't know, just don't go on thinking that
the whole world tells the truth.” (No
Use For A Name – Chasing Rainbows)
Ini bukan bulan
yang mudah. Banyak yang datang tapi bukan hal baik, banyak yang pergi tapi hal
baik. Kata orang segala sesuatu ada hikmahnya, walaupun aku masih belum paham
tentang hikmah yang sebenarnya. Orang yang baru datang dan semua apresiasi yang
ada langsung ditarik darimu tanpa melihat berapa banyak yang sudah kamu
berikan. Tanggung jawab seketika berubah menjadi tuntutan. Selalu ada hak untuk
setiap tanggung jawab, tapi hanya ada tuntutan baru untuk setiap tuntutan. Kenyataan
kalau kamu bukan siapa-siapa kalau dibandingkan dengan yang lain, kenyataan
kalau kepercayaan itu cuma hal bodoh. Pernah mengalami itu sekaligus? Belum
lagi ada yang diambil darimu buat selamanya.
Dari kemarin
lirik lagu ini seperti berbicara langsung, seperti seseorang yang berkata “I TOLD YOU!”. Rasanya ingin mengganti
lagu ini, tapi cuma ini yang ada di otak. Tadi malam aku merasa bodoh. Bukan
karena tidak tahu apa-apa, tapi karena sudah mengetahui sebuah kenyataan.
Kenyataan kalau semuanya sudah berubah, kalau apresiasi yang ada sewaktu-waktu
bisa ditarik walaupun cuma hal itu yang tersisa. Lalu aku punya apa? Dan
ternyata aku punya dia yang mau mengirim ratusan lagu lewat email. Ini bukan konsep “aku punya dia”
ala remaja. Bukan, bukan seperti itu. Ini semacam perasaan lega karena saat
yang lain ikut mengambil apa yang tersisa darimu, masih ada orang yang datang
untuk memberi supaya kamu tidak kosong. Sekalipun kamu tidak berteman akrab
dengannya, sekalipun kalian hanya bertemu atas nama kecanggihan teknologi dunia
maya. Hal kecil memang, tapi aku tidak peduli. Aku juga tidak peduli kalau pada
akhirnya batasan megabyte bla bla bla pada
email menggagalkannya, for most of all what he wants to do, that’s all
that matters. Jadi, terima kasih. Terima kasih untuk tetap ada walaupun
kita belum pernah bertemu.
You don't even know how big it means to the ridiculous one like me
Pagi ini aku
bangun lagi. Masih dengan keputusan untuk tidak mempercayai orang lain, tapi
ada sedikit perasaan manis yang timbul karena apa yang dilakukannya tadi malam.
Dan benar, ada yang dirampas lagi pagi ini. Hari ini, maksudnya. Orang yang
sama, orang yang minggu ini ikut merampas apa yang aku miliki. Apa yang dia
ambil hari ini sedikit berbeda, tapi lebih menyakitkan. Dia mengambil keyakinan
kalau semuanya akan membaik. Marah adalah definisi yang paling masuk akal atas
dominasi perasaan yang ada. Namun kecanggihan dunia maya membuatku sedikit
lega, lega karena pada akhirnya aku bisa mengungkapkan secara jujur kalau all I want to do is just to kick some ass.
Lalu dia datang, dengan kekonyolan yang membuatku... Ah, I don’t even know how to describe it. He came & offered his own self to be that ass, to be something I
could kick. He was not that asshole, but he wanted to be it. It relieved me for
real, the sweetest ass thing I’ve ever gotten. Ya, aku lega walaupun tidak
menendangnya. Jadi terima kasih. Terima kasih karena kamu tetap ada walaupun
kita belum pernah bertemu.
There's the time when the ass thing turns to be the sweet thing
Ini tulisan kecil
yang absurd, yang aku tulis sambil
menunggu laga Milan – Malaga. Tapi sudahlah, yang jelas terima
kasih buat kalian. Buat kamu dan kamu. Tuhan dan segala kebahagiaan-Nya yang
ajaib ada buat kalian. Sekali lagi, terima kasih.
0 comments:
Post a Comment