“A strange day, leaving
Milano for London. Tomorrow we know more. Goodnight everyone.” – Urby Emanuelson
“I don’t really like drama”,
setidaknya kalimat tadi bisa menjadi satu kesimpulan aman tentang seperti apa
aku. Tapi ternyata aku tidak bisa
sepenuhnya terlepas dari drama, karena bagaimanapun juga hidupku penuh dengan
drama – drama yang aku buat sendiri dan drama yang memang terjadi begitu saja
di luar kendaliku. Mungkin hal ini yang membuatku tidak bisa membenci drama,
membenci drama tidak akan jauh berbeda dengan membenci sebagian besar hal yang
memang sudah digariskan dalam hidup.
Dan tampaknya salah satu hal yang paling aku cintai di dunia ini juga
penuh dengan drama. Ya, sepakbola penuh dengan drama. Milan penuh dengan drama.
Kadang aku merasa konyol saat menyadari bahwa ada begitu banyak hal dalam
sepakbola dan Milan yang mampu mempermainkan emosiku. Konyol, karena aku
sendiri tidak terlibat langsung di dalamnya. Jika diibaratkan sebagai sebuah film,
ada satu scene dalam drama sepakbola
yang memancing timbulnya dua emosi yang bertentangan. Senang dan sedih. Scene itu terjadi di setiap musim, scene itu terbalut rapi dalam skenario
kebutuhan untuk menjadi tim yang lebih baik, scene itu diiringi dengan megahnya soundtrack berirama rumor dan ekspektasi, scene itu memang bukan klimaks tetapi mampu menjadi awal dan akhir
sekaligus. Scene itu bernama bursa
transfer.
Bursa transfer musim dingin tahun ini memang tidak sedramatis saat para
senator meninggalkan San Siro. Tetapi selama ada yang datang dan pergi, tetap
saja ada emosi yang dipermainkan. Drama ini dimulai dari kepergian Pato. Rasanya
tidak adil karena cidera berkepanjangan sudah tentu bukan menjadi keinginannya.
Seperti habis manis sepah dibuang, menurutku. Pato memiliki catatan rekor yang
baik, kemampuannya dalam mencetak gol dan kecepatannya luar biasa, bahkan dalam
laga come back ia masih mampu
membuktikan publik akan predikatnya sebagai salah striker terbaik yang pernah dimiliki Milan. Ditambah lagi dia tidak
pernah berkelakuan buruk, semiring apapun rumor hubungannya dengan Barbara
Berlusconi, toh masih belum ada pemberitaan yang menyatakan kebenaran rumor
ini. He deserves more faith and love, as
simple as that maybe. Dan tentang video perpisahannya, ah sudahlah – frankly saying it just made me feel that bad
to him.
Stay awesome anywhere, Duck. |
Aku cukup muak dengan scene
selanjutnya. Scene lama yang kembali
diulang. Kali ini dengan bumbu ekspektasi yang lebih tajam. Membuat setiap
Milanista berharap bahwa klub yang mereka elu-elukan bakal membawa kembali sang
(mantan) bintang lapangan. The Kaka Saga.
Ceritanya memang tak se’cheesy The
Twilight Saga, tapi cukup membuktikan kalau ada begitu banyak cinta lama
yang bersemi kembali untuknya atau lebih tepatnya, cinta lama yang tetap bersemi.
Drama membawa pulang The Prodigal Son
memang selalu seperti ini. Ada banyak adegan yang terlihat sebagai rangkaian
plot yang akan membawa penonton pada sebuah happy
ending. Kaka kembali ke Milan, sebagian besar dari kalian pasti berharap happy ending yang seperti ini. Namun
drama tetaplah drama, kadang ujung ceritanya tidak seperti yang kita harapkan.
Tapi kalau boleh jujur, drama seperti ini lebih menarik. Cerita dengan ending yang dapat ditebak kadang membuat
sebuah cerita menjadi membosankan. Lagi-lagi masalah finansial menjadi akar
dari ditundanya atau mungkin gagalnya usaha membawa pulang seorang Kaka. Harga
yang dipatok terlalu tinggi, jumlah uang yang menurutku mungkin akan lebih worth it untuk dihabiskan pada hal-hal
yang lebih menjanjikan. Bukannya bermaksud mencap Kaka tidak layak lagi untuk
Milan, he still really deserves it.
Tapi jika kita berbicara tentang drama dengan durasi bertahun-tahun, drama yang
di dalamnya terdapat kebutuhan akan adegan klimaks dengan setting kondisi di masa depan yang lebih baik, keputusan untuk
membawa pulang Kaka mungkin bisa berujung pada berbagai adegan antiklimaks.
Mungkin, karena bagaimanapun juga drama ini bukan drama yang mudah untuk
diprediksi.
Kedatangan Riccardo Saponara dan Zaccardo tampaknya cukup mampu menjadi
pemanis di tengah-tengah rasa pahit yang muncul akibat gagalnya mendatangkan
Kaka ke Milan. Aku tidak terlalu paham dengan kedua orang ini. Tapi aku cukup
berharap kalau ke depannya mereka tidak hanya akan menjadi cameo yang lebih sering memerankan adegan-adegan kurang penting. Ya
semoga, karena jujur saja I have some
good feelings with them. Dan dipermanenkannya Kevin Constant, I'm bouncing excitement! Setelah sejumlah penampilan mengesankan yang berhasil
ditunjukkannya, aku sangat setuju kalau ia layak mendapatkan ini. Ada seorang
Diego Armando Maraconstant di Milan, I hail you management!
Ah, I'm sorry. The very best luck for you. |
Dan scene yang mengundang sejumlah emosi yang tidak aku sukai itu muncul
kembali. Berbanding terbalik dengan apa yang diraih Kevin Constant - Mesbah,
Strassser dan Acerbi harus rela melepaskan kostum merah-hitam yang selama ini
mereka kenakan. Walaupun di antara mereka status kepindahannya hanya bersifat
sementara, rasa miris itu tetap saja ada. Ya, aku termasuk orang yang has faith in Acerbi. Banyak yang
menyebutnya sebagai defender yang
lamban. Tapi berbicara defender,
bukan hanya bicara soal kecepatan. Mungkin lebih kepada bagaimana membaca
sebuah pertandingan. Kepercayaanku juga bukan tanpa alasan dan atas cinta buta
yang bodoh. Setidaknya aku telah membaca sejumlah catatan statistik yang menunjukkan
kalau ia punya potensi untuk tampil lebih baik lagi. Dan Mesbah. Cukuplah semua
abusement untuknya. Dia tidak seburuk
itu. Semoga kalian sudah menonton video yang dibuat sebagai bentuk penolakan terhadap
sejumlah abusement yang ditujukan
untuknya.
No more another "Balo chokes or slaps or punches coach" headline, please. |
Lalu seseorang yang dianggap sebagai lakon utama itu datang. Mario “Rotten Apple” Balotelli. Siapa yang
tidak menginginkannya? Kelakukannya yang kadang mengundang tanda tanya justru
menjadi pelengkap dari besarnya bakat dan potensi yang dimilikinya. Muda,
bertalenta, sensasional. 3 kata tadi cukup menggambarkan bagaimana seorang
Balotelli. “Balo has never been failed to amuse me. Still gutted he left Premier League.” Bahkan my-dream-on-going-sister-in-law yang menjadi seorang penggila EPL dan sama sekali tidak punya cinta untuk Manchester City mengatakan hal ini. Di tengah-tengah kelakuannya yang cukup absurd, Balo memiliki tempat tersendiri
bagi penikmat sepakbola. Dan mungkin Milan adalah yang paling berbahagia untuk
saat ini. Gagalnya membawa Kaka, justru berlanjut dengan kedatangan bocah 22
tahun yang mengaku sudah mencintai Milan sejak pertama kali ia bermain
sepakbola. Jujur, aku sempat merasa bahwa penyambutan seorang Balotelli sedikit
berlebihan. Bandingkan dengan apa yang terjadi saat pemain lain datang. Curva Sud bahkan rela untuk bentrok
dengan polisi, Galliani bahkan bersedia melompat-lompat bersama Curva Sud yang
menyerukan “Chi Non Salta Nerrazzuroe”.
Tapi tampaknya tidak akan ada yang berlebihan jika Balo benar-benar mampu
membuktikan siapa dirinya.
Well, satu
hal yang membuat miris. Kedatangan Balotelli harus berbarengan dengan kepergian
Urby untuk sementara waktu ke barat daya kota London. Fulham Football Club. Ya, seorang Urby harus bermain di sana sampai
akhir musim ini. Alasannya sederhana, ia ingin lebih banyak berada di
tengah-tengah lapangan. Ya Urby, seorang pesepakbola yang cukup dekat dengan
pengagum-pengagumnya. Seorang pesepakbola yang kerap membuat sebagian besar
Milanisti merasa dekat dengan Milan karena apa yang dibagikannya di Twitter,
seorang pesepakbola yang tidak pernah mengeluh walaupun jarang dimainkan,
seorang pesepakbola yang pernah memberikan tiket gratis kepada Milanista asal
Meksiko yang datang untuk menyaksikan laga persahabatan kontra Real Madrid di
New York. Kadang aku berpikir, kenapa pesepakbola sebaik Urby harus hengkang
dan pesepakbola sebengal Balotelli harus datang. Dan ya, Urby adalah
pesepakbola yang baik. Pesepakbola yang baik pantas untuk lebih sering berada
di lapangan dibandingkan duduk di bangku cadangan. Yea, he deserves anything better than this.
Heartbreaking! |
Galliani tidak pernah berhenti memberi kejutan. Apa yang terjadi di hari
terakhir justru menjadi hal yang paling melegakanku. Bartosz Salamon, gigantic centre back muda berumur 21 tahun berkebangsaan Polandia
berhasil diboyong dari Brescia. Aku bersyukur karena Galliani paham betul
dengan kebutuhan Milan akan centre back
yang mumpuni. Ah, bicara apa aku? Tentu saja ia yang paling paham. Dan inilah sejumput drama yang terbungkus rapi dalam skenario bursa transfer musim
dingin. Ada yang datang dan yang pergi. Ada yang bahagia dan kecewa. Tapi seperti
yang aku katakan sebelumnya - bagian ini bukan klimaks, bagian ini bisa menjadi
awal sekaligus akhir tergantung sepiawai apa para lakon memerankan
adegan-adegan yang dibebankan untuknya. Ya, semoga saja ada senyum dan
kebanggaan yang muncul sebagai reaksi dari happy
ending yang bakal terjadi akhir musim ini. Dan lagi-lagi, Forza Magico Milan!
Urby memang yang paling bikin sedihhhh :(
ReplyDeletekalo soal Kaka, saya lebih merasa Keinginanku Kaka balik ke Milan justru bukan untuk kebaikan Milan, saya lebih berpikir dengan comeback Kaka ke Milan dia bisa menunjukan Performance terbaiknya gak di sia-siakan kayak di Madrid skrg :(
He is the best for me, UCL 2007, satu Ballon D or dan tiba2 kariernya bisa dibilang habis dengan singkat bahkan gak masuk timnas :(
Iya, apalagi pas tadi malem nonton Urby main di Fulham..
ReplyDeleteAku ngarep Kaka sih, tapi ya gitu. Ga terlalu ngarep juga. Mungkin bener kata kamu, setidaknya talent sebesar Kaka sayang banget kalo disia-siain. Setauku Milan ngehargai banget talentnya Kaka, jadi ya kalo memang balik ke Milan kayaknya ga mungkin ada wasted Kaka lagi.
Anyway, makasih sudah baca. :D
tulisan yg baguus, baguus banget malaaah .. :)
ReplyDeletelu punya sudat pandang yg lain bagaimana memperlakukan pemain2 yg dianggap "gagal" oleh byk orang, menjadi lebih layak dihargai, its interesting..
gw lebih suka tulisan lu yg pake bahasa, lebih kerasa melankolisnya, (mungkin jg krn enggres saya yg jelek :p)
anyway FORZAMILAN !
Whoooaaa terima kasih banyak! :D Masih amatir ini. Haha. Iya, sejelek-jeleknya sejahat-jahatnya pemain pasti pernah punya jasa buat tim kan. :) Eh bener melankolis? Gragas gini lho aslinya. :))) Makasih ya. :)
ReplyDeleteFORZA MILAN!